Thursday 2 June 2016

SE2016: One Huge Project, Million Little Things


Berminat pada suatu pekerjaan seringkali bermula dari apa dan berapanya. Kemudian belajar untuk memahami bagaimana pekerjaannya. Diakhiri dengan hal terpenting yakni mengapa kita mau dan harus melakukannya (dengan sungguh-sungguh).

Seperti halnya menjadi petugas Sensus Ekonomi 2016 ini. Mungkin awalnya kebanyakan dari kita tergiur dengan nominal bayaran. Kemudian tertantang karena pekerjaannya yang butuh perjuangan. Pada akhirnya, kita semakin memahami besarnya peranan.  

Semakin kita memahami tujuan, semakin kuat kemauan hati untuk menuntaskannya dengan baik dan semakin ikhlas raga dalam mengerjakannya. Bukan begitu?

Menjadi petugas SE2016 lebih dari sekedar mendatangi penduduk sesuai wilayah kerja dari rumah ke rumah (door-to-door) untuk didata lalu mencatat jawaban responden sesuai butir pertanyaan pada kuesioner kemudian menghimpunnya. Pengalaman pertama menjadi petugas sensus ini mengajarkan saya bahwa esensi dari kegiatan listing yang sesungguhnya adalah see the unseen, hear the unheard, and touch the untouched.


Sensus Ekonomi adalah agenda rutin Badan Pusat Statistik yang dilaksanakan 10 tahun sekali. Tahun ini, SE diadakan pada 1-31 Mei 2016. 349 petugas terpilih dari lebih 1000 pelamar di Kab, OKU. Saya terpilih menjadi 1 dari 90 PML (Pemeriksa Lapangan) terpilih bersama 259 PCL (Pencacah Lapangan). 1 PML bertanggung jawab atas 3 PCL.

Sebagian besar orang menganggap betapa mudahnya menjadi PML. Pekerjaannya tidak sulit –mengawas dan memeriksa pekerjaan PCL— tetapi bayarannya lebih besar. Anggapan ini memang tak terelakkan. Kasi Sosial BPS Kab. OKU, selaku Instruktur Daerah/Pendamping Pelatihan menerangkan bahwa tugas PML yakni mendampingi ke lapangan guna memastikan apakah PCL bekerja sesuai prosedur kemudian memeriksa hasilnya. Ketika PCL menemukan kendala, PML ambil peran untuk menyelesaikannya atau mendiskusikan dengan Korlap (Koordinator Lapangan). Hal ini pun dijabarkan di Buku Pedoman. Lain halnya dengan yang saya lakukan. Saya justru mendatangi rumah tangga dan perusahaan satu per satu, mewawancarai responden, menempelkan stiker, dan menulis jawaban responden pada lembar L1 dan L2 layaknya PCL dari awal hingga akhir pelaksanaan.

Rasa penasaran sangat membuncah karena saat itu adalah pengalaman pertama menjadi petugas sensus. Panduan menjadi PML menggurat di kepala, namun tugas PCL rasanya lebih menarik. Berbekal rasa penasaran dan kemauan diri, saya menyatakan pada teman-teman setim untuk turut ke lapangan dan berbagi tugas pencacahan.

Bekerja dalam tim artinya mengerahkan tenaga, waktu, dan pikiran untuk mencapai tujuan bersama kendatipun masing-masing telah didelegasikan tugas khusus. Tak ada istilah atasan dan bawahan. Pernah saya bertemu teman sesama PML yang berkata “Nunggu anak buah selesai nyacah.” ketika saya tanyakan bagaimana progres tim mereka di minggu pertama. Jika saya pun berlaku demikian, berarti saya tak berhak menyandang gelar “pahlawan statistik”.

Di samping itu, menjadi pencacah lapangan berarti bertemu langsung dengan warga. Saya sangat antusias bertemu orang-orang baru dan mendengar langsung dari mereka. Lebih dari 100 rumah tangga yang saya datangi untuk didata. Warga yang saya temui membuat saya melihat lebih jauh, mendengar lebih banyak, dan mengerti lebih dalam harus ada telinga yang siap mendengar, kaki yang siap melangkah, dan tangan yang siap mengulur.

Kehidupan mereka bergantung pada hasil jual kue keliling, jadi tukang becak atau supir angkutan, industri rumahan, juru parkir, “menganakkan” uang (rentenir), dll. Dari bermacam latar belakang tersebut, ada satu kesamaan pada mereka yakni harapan besar pada pemerintah dan cendekiawan. Ketidaktahuan tentang SE menimbulkan pengharapan bagi mereka. Mereka mengira ini adalah pendataan untuk menerima bantuan. Apalagi informasi yang kami butuhkan untuk mengisi L2 mencakup tahun berdirinya usaha, pengeluaran dan pemasukan, jumlah tenaga kerja, dll.

Tak hanya mengambil tanggung jawab lebih dan mendengar langsung dari warga, bertugas sebagai pencacah lapangan saya yakini akan menimbulkan kepuasan hati. Saya bergumam bukankah itulah yang seharusnya dicapai dalam melakukan suatu pekerjaan? Kepuasan hati akan menumbuhkan keikhlasan dalam bergerak  dan menghilangkan kekhawatiran.

Sungguh hal tersebt mempengaruhi keberhasilan kegiatan sensus dan keakuratan data yang diperoleh. Sementara, apabila PML hanya mendengar keluhan dari PCL (atau menunggu hasil), bukan tidak mungkin terjadi miskomunikasi atau bahkan sulitnya menemui jalan keluar. Turut andil langsung di lapangan membuat saya paham gambaran masalah yang sesungguhnya, misalnya penolakan dan pengabaian oleh warga serta responden dan perangkat desa yang kurang kooperatif.

Tak jarang ditemui warga yang sangat antusias menyambut, berceritera tentang kehidupan mereka, menyampaikan keluh kesah, hingga menaruh harapan bahwa kami perantara untuk memberi bantuan. Kendatipun di balik itu semua, tak dipungkiri kami juga mengalami penolakan, pengabaian, pemberian jawaban yang sekenanya, teriknya sang surya dan derasnya hujan, hingga anggapan tentang atribut kami yang layaknya tukang ojek atau peminta sumbangan. Tak lupa pula adanya kekeliruan diri dalam penulisan pada dokumen.

Satu pesan yang selalu saya ingat dari Pak Mukti Riadi (Instruktur Daerah/Pendamping Pembelajaran selama Pelatihan SE2016 OKU) bahwa kita mesti menanamkan sense of pride dalam melakukan pekerjaan, terlebih tugas negara seperti halnya SE ini. Bekerja untuk berkontribusi. Berkarya dengan data,

Yes, I am happy and proud to be a part of SE2016! :)

0 comments:

Post a Comment